Cerita Ibu di Kota Pekalongan Mencari Keadilan Putri Nya Jadi Korban Perundungan,Mengadu Ke Didik Pramono

LBH Adhiyaksa Mediasi Dengan Pihak Sekolah.(27/1)

Pekalongannews.com, Kota Pekalongan – Seorang ibu bernama Beda Rosyanti (38) warga Kelurahan Sokoduwet, Kota Pekalongan mengaku anak perempuannya menjadi korban bullying atau perundungan dari teman satu kelasnya dan terancam dikeluarkan dari sekolah. Bahkan dirinya sebagai orang tua korban juga terancam dipolisikan.

Bacaan Lainnya

“Saya sudah diminta mencari sekolah lain sambil menunggu keputusan dari pihak yayasan,” ungkapnya kepada pekalongannews.com, Jum’at 26 Januari 2024.

Ia mengungkapkan anaknya duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 05 Sampangan, telah menjadi korban perundungan hingga menimbulkan luka berdarah di kaki, justru malah terancam dikeluarkan dari sekolah. Sedangkan pelaku perundungan tidak diberikan sanksi.

Beda pun menceritakan peristiwa bermula dari anaknya yang kerap mendapatkan gangguan dari teman laki-laki satu kelasnya. Selama ini meski jadi korban perundungan namun tidak menjadi persoalan yang meruncing.

Kemudian saat kejadian pada Rabu 24 Januari 2024, anaknya menangis histeris lantaran merasakan sakit pada kakinya yang berdarah akibat didorong temannya hingga terjatuh.

“Pada saat saya jemput anak saya masih terus menangis. Lantaran pelakunya masih sama akhirnya saya ingatkan dia untuk tidak lagi mengganggu anak saya,” ujar Beda.

Menurut Beda, persoalan perundungan meruncing lantaran pihak sekolah menganggap hal tersebut masalah sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan. Bahkan luka di kaki anaknya juga tidak diobati dan balik menuduh anak saya cengeng tidak seperti anak laki-laki lainnya.

“Saya sempat emosi lalu saya curahkan ke story WA, ‘Yaa Allah kok kaya gini temen yo, sekolah neng kono bayar tidak gratis’. Kekecewaan hati saya sebagai orang tua tidak ditanggapi serius,” cetusnya.

Lalu tiba-tiba ada yang mengambil tangkapan layar status WA miliknya dan kepala sekolah mengatakan kepada dirinya bisa ditangkap kalau pihak sekolah menyampaikannya ke polisi.

“Karena saya sudah terlanjur kepikiran anak diancam dikeluarkan oleh sekolah maka saya persilahkan pihak sekolah lapor polisi. Saya kecewa tidak ada upaya menyelesaikan persoalan malah terkesan mengintimidasi,” sesalnya.

Padahal, lanjutnya, sudah berkali-kali anaknya menjadi korban perundungan, terakhir masih dalam suasana belajar di kelas anaknya dijejal kaos kaki oleh pelaku yang sama, namun guru dan pihak sekolah menganggap itu bercanda biasa.

Beda menyebut sebelum kejadian yang terakhir, dirinya sudah berniat pindah sekolah karena anaknya tidak kuat lagi dibully, namun dicegah oleh pihak sekolah. Namun setelah kejadian berdarah yang dialami anaknya, pihak sekolah justru mengancam sanksi dikeluarkan tanpa didahului surat peringatan satu hingga tiga.

Dirinya kemudian memastikan apakah anaknya tetap dikeluarkan atau tidak dengan tetap mengikuti pelajaran di hari Sabtunya karena informasi yang diterima persoalan tersebut masih dibahas oleh pihak yayasan.

Karena dirinya seorang janda yang harus berjuang menghidupi tiga anak akhirnya mengadu ke LBH Adhyaksa untuk bisa membantu persoalan yang sedang dihadapinya.

“Saya sudah memasrahkannya ke Mas Didik LBH Adhyaksa untuk mengurusi masalah ini, saya fokus kerja untuk mengurus anak,” katanya.

Ketua LBH Adhyaksa, Didik Pramono mengatakan sudah bertemu dengan pihak kepala sekolah maupun guru. Dari hasil mediasi kepala sekolah sudah mengakui telah mengancam orang tua korban dengan perkataan siap-siap cari sekolah lain namun terkait ancaman ke orang tua korban bisa ditangkap polisi yang bersangkutan tidak mengakui.

“Intinya secara psikologis orang tua korban perundungan menjadi terganggu karena memikirkan nasib anaknya.

Kemudian kepala sekolah harus bertanggungjawab karena perkataanya menimbulkan beban cukup berat bagi orang tua korban, apalagi sampai anaknya dikeluarkan dari sekolah,” kata Didik menjabarkan.

Ia menegaskan akan melakukan pengawalan terhadap kasus ini. Mungkin persoalan kenakalan anak bisa selesai karena memang masih anak-anak.

Namun tekanan psikologis yang dihadapi orang tua akibat dari perkataan mengandung ancaman menjadi beban pikiran orang tua korban.

Sementara itu Kepala Sekolah MI 05 Sampangan Nur Adillah saat dihubungi melalui sambungan telepon meminta pekalongannews.com untuk menemuinya di sekolah.

“Maaf mas, saya masih memberikan les, besok saja datang langsung ke sekolah,” ucapnya melalui sambungan telepon, Minggu (28/1/2024). (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *